Worldnews.or.id - Cianjur - Sistem Informasi Desa (SID) merupakan seperangkat alat meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia yang dikelola oleh Pemerintah Desa untuk mendukung pengelolaan dan pemanfaatan data desa yang diatur dalam bagian ketiga UU Desa Pasal 86.
Sistem Informasi Desa adalah bagian tak terpisahkan dalam implementasi Undang-Undang Desa. Dalam bagian ketiga UU Desa Pasal 86 tentang Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan jelas disebutkan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota.
Smart Desa Digital (SDD) merupakan Sistem Informai Desa pada umumnya, jadi fitur-fitur yang diusung oleh Smart Desa Digital (SDD) pada umumnya hampir sama. Namun walau pun pada umumnya memiliki fitur sama, setiap aplikasi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tergantung bagaimana pengembang melakukan inovasi dan menerapkan konsep-konsep dan fitur yang tidak ada di aplikasi sejenis lainnya.
Oleh sebab itu, agar tidak tertinggal dalam hal teknologi pemerintah melakukan inovasi-inovasi dalam pengembangan kemajuan desa-desa di Indonesia. Salah satu nya dengan cara menerapkan Sistem Informasi Desa Digital. Banyak pelatihan-pelatihan untuk operator tiap-tiap desa yang telah dilaksanakan agar tercapai tujuan digitalisasi desa secara global. Untuk itu pun, pemerintah secara khusus memberikan plot dana beserta uraian dana tersebut untuk penunjang SID dalam anggaran Dana Desa. Namun, sedetail apapun pemerintah memberikan arahan penggunaan anggaran dana, tetap saja budaya Mark up atau lebih dikenal budaya korupsi menjamur dan menghiasi setiap penggelaran anggaran dana khususnya penggunaan anggaran dana desa.
Salah satu desa yang ikut mengembangkan sistem informasi desa digital ini adalah desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kab. Cianjur. Desa Cikanyere ini mendapat anggaran dana untuk pengembangan Sistem Informasi Desa dengan pagu anggaran Rp 27.098.182,- namun dari data yang diperoleh tim awak media, anggaran tersebut hanya terealisasi sebesar Rp 14.904.000,-.
Tim pun heran dengan data tersebut hingga akhirnya tim pun mencoba mengkonfirmasi langsung kepada kepala desa Cikanyere, DADANG SULAEMAN di kantor desa Cikanyere pada hari Rabu, 28 Desember 2022. Sangat disayangkan, ketika tim mengkonfirmasi hal tersebut kepala desa Dadang menjawab dengan ketidaktahuannya. " Aduh kalau masalah itu saya kurang faham ya pak, Bu. Itu urusan dan bagiannya operator desa, pak Febry. Coba saya telepon dulu biar dijawab langsung sama pak Febry nya ". Tim pun menyetujui untuk berbicara langsung dengan yang bersangkutan via telepon.
Setelah tersambung, tim pun mengkonfrmasi ulang perihal surplus dana atau kelebihan dana dari pagu anggaran yang ada dialihkan untuk plot apa. Namun, tim merasa terkejut dengan jawaban dari operator desa yang menyatakan bahwa anggaran dana untuk SID sudah dilaksanakan sesuai pagu dan tidak ada kelebihan sedikitpun. Ketika tim menanyakan kembali, apakah ada RAB perubahan atau SPJ perubahan, operator tersebut menjawab dengan lantang dan tegas tidak ada perubahan, semua murni seperti dan sesuai pagu anggaran yang ada. Padahal sudah sangat jelas dari data yang ada, penggunaan dana masih terdapat surplus atau kelebihan anggaran.
Ada apa sebenarnya dengan pelaksanaan pengembangan Sistem Informasi Desa di desa Cikanyere ini ? Mark up atau korupsi berjamaah kah dengan anggaran dana tersebut ? Entahlah ... Bahkan yang sangat disayangkan, kepala desa sendiri pun tidak mengetahui akan hal ini? Padahal kepala desa adalah penanggungjawab pengguna anggaran dana desa? Kita tunggu perkembangan selanjutnya...
Laporan : Tim